Oleh : KH. A.Musta’in Safi’i, M. Ag.
(Al-Insan Ayat 1) هل أتى على الإنسان حين من الدهر لم يكن شيئا مذكورا
Al-qur’an pernah mengelitik kita dengan
pertanyaan sederhana “sesungguhnya sebelum kita didunia ini kita da
dimana?” pertanyaan ini membuat kita berpikir, dimana kita sebelum di
dunia, ada atau tidak?. al-qur’an memberikan gambaran bahwa manusia itu
sebelumnya tidak pernah dibicarakan (lam yakun sai’an madkzura ),
kita belum lahir dan belum diberi nama, jadi tidak ada yang pernah
memanggil nama kita. Hal itu berarti agar manusia selalu berfikir
tentang dirinya sendiri, dari tidak ada hingga sekarang ada, mau berbuat
apa setelah ada didunia dan mau kemana? Sepertinya kita akan seperti
bapak-kakek dan nenek moyang kita yang telah meninggal.
Sedangkan untuk kehidupan kedepan, agama
yang memberikan wawasan kepada kita, bahwa ada kehidupan yang lebih
abadi (abqa’) dan harus digagas dengan tujuan bahwa manusia mempunya
pengertian yang dalam , bahwa hidup ini bukanlah sebuah keabadian, oleh
Al-qur’an di ingatkan kita hidup di “addunya” , yang berarti dekat atau sangat pendek, kata ini komperatif dari kata adna (bentuk mudzakar) sedangkan addunya
(bentuk munannasnya) yang berarti sangat pnedek. Tetapi, kalau kita mau
berfikir pra kehidupan kita sebelum ada didunia?, awal kehidupan kita
seperti apa?, ilmuawan pun tak bisa menjawabnya karena akan terjadi
perputaran (daur) sama dengan pertanyaan anak- anak “dahulu mana ayam
sama telor, telor dari ayam ataukah ayam dari telor?” terjadi perputaran
(daur). Ada satu-satunya ilmuawan (Charles Robert Darwin) yang sangat
berani menyampaikan, bahwa awal kehidupan adalah biologi tunggal yang
sangat terkenal dengan teori evolusinya yang ternyata setelah lima tahun
dari teori evolusi, teori tersebut digugurkan oleh muridnya sendiri,
lois Pasteur. kebenaran yang menyanggah teori Darwin juga dikuatkan oleh
Alexander opann yang dibantu oleh muridnya Stanley miller yang
akhirnya di tutup oleh ilmuwan Rusia Jefer Buda dan akhirnya tidak
populis.
Kenapa, mereka tidak bisa menemukan awal
kehidupan itu seperti apa? Karena memang secara rasionalitas tidak
bisa, hanya kerja keiamanan yang mampu menjawabnya, dengan hanya satu
kaliamat tauhid “allahlah yang mencipatakan kehidupan denagn kehendaknya
sendiri”.
Selanjutnya, untuk apa al-quran
membanding -bandingkan kehidupan dan pra kehidupan dibandingakan dengan
kehidupan didunia dan pasca kehidupan didunia? Jawabanya adalah, sebuah
pembuktian yang tidak terbantahakan bahwa betapa sedikit sekali
persentasi kehidupan ini disbanding setelah kita tidak didunia.
Jika
dipersentasi kebelakang, sebut saja mulai seratus tahun kebelakang
dibanding seratus tahun setelah kita didunia, munkin digit kalkulator
kehabisan angka-angaka, tidak banding sama sekali. Coba kita renungkan,
batu nisan yang menghiasi kuburan, usianya akan lebih lama ketimbang
pemilik kuburan itu sendiri. Rumah yang mewah, akan lebih lama usianya
dibanding penghuni rumah itu sendiri.
Kenapa, Al-qur’an membanding-bandingkan
hal tersebut ? jawabanya adalah ; sehebat apapun amal manusia dengan
melihat durasi umur kita yang sangat pendek jika mengharapkan balasan
surga yang kita tahu bahwa surga tak pernah terlihat (mala ainun roat), dan tidak bisa terdengar keindahannya (mala udununun sami’at) serta tak pernah terlintas sekalipun (wala khotara fi qolbi basyar)
jika kita meminta balasan yang sangat abadi itu, maha servis dan maha
mewah maka berarti sehebat apapum amal kita tak akan cukup untuk
membeli surga yang sangat abadi, walaupun kita bersujud selama seratus
tahun, tak akan sebanding dengan surga yang tak terbatas itu (unlimated)
Oleh Karen itu tuhan mempunyai dua
pendekatan dalam menyikapi hambanya pertama, dengan keadilannya
(bil’adli) dan kedua, rahmatnya (bil fadhol) dengan keadilan tuhan ini
kita disikapi dengan cara sportif (adil) salah sedikit akan di siksa
begitu juga ketika mengerjakan kebaikan akan dibalas pahala. Sedangkan
dengan pendekatan fadholnya yang maha rahmat, salah sedikit kita akan
diampuni, mengerjakan kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya. Seperti
halnya kisah seorang pemuda yang telah membunuh seratus orang dan
akhirnya diampuni dan dimasukkan surga karena ia telah berniat
bertobat.
Itulah sebabnya dalam syariat islam kita
di beri syariat yang amalannya sedikit tetapi berbuah pahala
berlipat-lipat ganda dikarenakan usia kita yang sangat terbatas. Seperti
amalan-amalan produktif yang mana pahalanya terus mengalirwalaupun
sipemiliknya udah meninggal yaitu: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendokan kedua orang tuanya.
Mudah-mudahan kita selalu diberi kesempatan untuk mengerjakan
amalan-amalan yang produktif. Amin ya rabbal alaminn…
Comments
Post a Comment